Kamis, 15 September 2011

Evolution #3

Chapter 3
Sudah 3 hari semenjak kejadian pertarunganku dengan Roy, semua murid sudah tahu akan aku yang juga Evo dan semenjak itu anggota geng Roy tidak pernah berani mengangguku lagi,tetapi terkadang mereka mulai menggagu murid lain dan murid-murid yang di ganggu meminta bantuanku untuk menghentikan mereka,tentu saja aku menolak karena sebenarnya aku tidak ingin menggunakan kekuataan ini.

“Selamat pagi Ed”Luna datang menghampiriku yang duduk di kursiku,” selama pagi Luna” sapaku,Luna pun duduk di bangku kosong yang ada di depanku “bagaimana keadaanmu?” tanyaku “yah sebenarnya lukaku sudah sembuh tiga hari yang lalu saat Lisa mengobatiku tapi dia bilang aku masi harus beristirahat di rumah dulu selama tiga hari dan sekarang sudah sehat 100%.” Ucap Luna dengan semangat. “oh syukurlah kalau kamu sudah membaik.” Aku pun merasa lega karena Luna sudah pulih kembali. “Hei Ed kudengar kamu dimintai tolong untuk mengusir anak buah Roy yang mengganggu murid lain selama aku tidak ada ya?” tanya Luna padaku, “ya, tapi permintaan mereka kutolak” jawabku, “kenapa kamu tolak?? Padahal kamu punya kekuataan luar biasa yang bisa mengalahkan Roy kalau hanya anak buahnya bukan sesuatu yang merepotkan buatmu kan?” tanya Luna dengan sedikit kesal. Kemudian aku pun menjelaskan pada Luna “ya memang benar katamu Luna hal seperti itu bukanlah sesuatu yang merepotkan tapi aku berbeda denganmu atau pun Roy yang menerima kekuataan dan bangga menjadi seorang Evo, aku tidak ingin menggunakan kekuataan ini biarpun aku dalam keadaan yang bisa mengancam nyawaku.” Kemudian Luna pun menundukan kepalanya sejenak “sayang sekali ya Ed padahal dengen kekuataan yang hebat seperti milikmu kamu bisa menolong banyak orang.” Dengan wajah kecewa Luna pun pergi meninggalkan ku dan dia kembali kebangkunya.

“dimana ini?? Kenapa gelap begini??” aku pun berjalan dalam kegelapan tanpa tahu harus pergi kemana. Tak lama aku berjalan dalam kegelapan kulihat ada cahaya dan aku pun berlari menuju cahaya itu,ketika aku hendak masuk ke cahaya itu tiba-tiba keadaan di sekitarku berubah, yang tadinya gelap gulita sekarang aku seperti berada di halaman sekolah tetapi bukan sekolahku yang sekarang, ini halaman sekolahku yang dulu.Di dalam hati ku bertanya” Kenapa aku bisa berada di sini, kenapa tempat ini kacau balau seperti medan perang??” kulihat sekelilingku banyak bangunan yang hancur dan juga ada beberapa mayat murid sekolah keadaan ini mengingatkanku akan kejadian dulu.. lalu tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menuju kemari “siapa disana?” tanyaku, tapi tidak ada jawaban dan suara langkah kaki itu semakin mendekat “ sekali lagi siapa disana??” tanyaku dengan keras dan masih tidak ada jawaban, suara langkah nya pun terhenti dan ada sesosok bayangan, dan lama-lama bayangan itu terlihat jelas “TIDAK MUNGKIN!!!” aku pun terkejut karena sosok dari bayangan misterius itu adalah diriku,tubuhnya di penuhi dengan darah begitu juga dengan sabit besar yang di bawanya, kemudian diriku yang satu lagi mengangkat sabit besarnya itu dan dia pun menyerangku dengan sabitnya “AAAAAAAAAAAAAAA!!!” aku berteriak dengan keras dan tiba-tiba keadaan berubah, kulihat sekitarku ternyata ini di dalam kelas dan pelajaran sedang berlangsung, ternyata aku bermimpi tapi mimpi itu… mimpi yang sudah 1 tahun tidak kulihat semenjak peristiwa itu.”Edward kenapa kamu teriak-teriak ketika pelajaran sedang berlangsung!!” tanya guruku yang sedang menjelaskan pelajaran di papan tulis, “maaf pak tadi saya sedang melamun dan tiba-tiba melihat lebah yang menempel pada kaca jendela jadinya saya kaget dan berteriak” jelasku “yasudah kalau begitu, jangan melamun lagi dan perhatikan pelajaran.” Dan guru pun melanjutkan pelajarannya .

Akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi semua siswa dan siswi bersiap untuk pulang kerumah. “Hey Ed mau pulang bareng ga?” Luna pun menghampiriku “Boleh.. sudah lama kita tidak pulang bareng” akupun menyanggupi ajakan Luna untuk pulang bersama. Setelah aku membereskan barang-barangku, kami pun jalan bersama dan Luna pun memulai percakapan “Hey Ed boleh ga aku bertanya sesuatu?” akupun membolekan Luna bertanya “ ya.. mo tanya apa? Soal pelajaran?” Luna menggelengkan kepalanya dan diapun mulai bertanya “Sejak kapan kamu tahu kalo kamu itu Evo?” akupun menjawab pertanyaan Luna “aku sudah tau sejak kecil, karena semua keluargaku Evo jadinya dari umur 3 tahun ayahku sudah melatihku untuk melihat tipe kekuataan Evo ku.” Tiba-tiba mata Luna berbinar-binar dan wajahnya terlihat senang sekali “Wah.. semua keluargamu Evo keren banget!!! Pantas saja Lisa bisa mengobatiku secara dengan cepat, kalau begitu bibi Mira Evo juga ya??” akupun menganggukan kepala ku, “Waaaa.. hey Ed apa kamu tahu kekuataan bibi Mira??” tanya Luna dengan wajah penasaran “sayangnya aku tidak tahu.. tidak Cuma aku,Lisa pun tidak tahu kekuataan Evo bibi Mira yang tahu kekuataanya hanya orang tuaku dan almarhum paman.” Jelasku pada Luna. Luna terlihat sedikit kecewa dia sangat mengagumi bibi Mira yang bisa melakukan banyak hal sendirian yah aku bisa mengerti rasa kecewa Luna, “Hey Ed… sebenarnya aku penasaran, kenapa kamu tidak mau menggunakan kekuataan mu, apa terjadi sesuatu?” akupun langsung terdiam sejenak “ya.. terjadi sesuatu.. sesuatu yang tidak bisa kulupakan dan aku tidak ingin kejadian itu terulang kembali.” Melihat wajahku yang terlihat sedih Luna pun langsung meminta maaf “ Maaf Ed.. aku tidak tahu kalo ada kejadian yang tidak enak, aku tidak akan bertanya lagi hal itu” akupun menggelengkan kepalaku “tidak apa-apa kok” lalu kami pun melanjutkan perjalanan.

Sementara itu dilain tempat Roy dan kelompoknya sedang berkumpul. “Apa maksudnya ini Roy??” tanya salah satu anggota kelompoknya kepada Roy. “Sudah kubilangkan tadi aku akan membubarkan kelompok kita ini dan aku tidak akan jadi pemimpin kalian lagi.” Jawab Roy dengan tegas. “Kenapa kau mendadak memutuskan ini? Apa ini karena kekalahanmu dari Edward? Kalau soal itu tidak usah dipikirkan Roy kami tidak menganggapmu pecundang kami tidak memikirkan kekalahanmu itu, kalau kau tidak ada apa yang harus kami lakukan? Kami ini hanya murid berandalan yang bahkan orang tua kami pun tidak menerima kami hanya kamu Roy yang mau menerima dan menggap kami ini teman!.” Semua anggota tidak setuju atas keputusan Roy mereka bersikeras agar Roy membatalkan keputusannya. “Kalian ini terlalu memandang rendah diri kalian, kalian itu bisa menjadi orang yang lebih baik dari ini.Ini sudah keputusanku mulai besok aku bukan ketua kalian lagi, dan jika kita bertemu di jalan jangan panggil aku ketua kita akan memilih jalan yang berbeda-beda untuk hidup kita tapi aku berterima kasih pada kalian yang sudah menemaniku selama ini kalian adalah teman-temanku.” Roy pun pergi meninggalkan anggota kelompoknya. Ketika Roy hendak pulang kerumahnya tiba-tiba saja Roy bertemu Lisa di tengah jalan. “Ah.. kamu Roy kan,selamat malam” sapa Lisa dengan senyum. “Huh.. jangan menyapaku dengan akrab hanya karena kamu menolongku.” Wajah Roy tiba-tiba memerah lalu ia memalingkan wajahnya. “ Wah jahatnya padahal aku sudah mengobatimu, ngomong-ngomong kamu dari mana malam-malam begini keluyuran di jalanan.” Tanya lisa “Bukan urusanmu lagian kamu juga kan cewe macam apa yang keluyuran malam-malam begini?.” Sindir Roy. “Oh.. aku baru saja selesai kerja dari rumah sakit karena tadi ada pasien yang masuk ruang gawat darurat jadi terpaksa jam pulangku tertunda.” Jawab Lisa dengan senyuman, “Huh.. apa-apaan itu sedikit-sedikit senyum.” Wajah Roy semakin memerah dia pun melanjutkan perjalanannya. Lisa pun menyusul Roy“Hey bagaimana kalau kita pulang bersama arah kita kan sama.” Roy melihat ke arah Lisa dan ia langsung malu ketika melihat wajah Lisa “ Tereserah kau sajalah”. Merekapun melanjutkan ngobrolnya sambil berjalan.

Dilain pihak Edward dan Luna yang sedang pulang bersama sedang berhenti di depan mini market,Edward sedang membelikan pesanan yang diminta oleh bibi Mira dan Luna pun menunggunya di luar. Ketika Luna sedang menunggu tiba-tiba munculah sesok perempuan di seberang jalan,dan dia memandangi Luna. Merasa dirinya di pandangi terus Luna pun mencoba menyapa perempuan itu “ngggg.. Hei kamu yang diseberang ada apa ya? Kok kamu memandangiku terus?” Tiba-tiba saja perempuan itu ekspresinya berubah dia terlihat seperti sedang marah. “Tidak akan kumaafkan… Tidak akan kumaafkan… TIDAK AKAN KUMAAFKAN!!” teriak perempuan itu lalu perempuan itu langsung melesat kearah Luna hanya dengan sekejap saja dia sudah sampai di depan Luna, Tangan permpuan itupun tiba-tiba berubah menjadi tangan binatang dengan cakar yang tajam dan diapun mencakar Luna, tapi Luna langsung menmbuhkan kayu dari tangannya untuk menangkis serangan itu, dan perempuan itupun meloncat kembali ke seberang jalan, “Tunggu dulu!! Kenapa kamu menyarangku?? Aku tidak mengenalmu, memangnya apa salahku tiba-tiba saja teriak Tidak akan kumaafkan?” Tanya Luna dengan kessal kepada perempuan misterius itu. “Huh beraninya kau mendakatinya.. tidak bsa kumaafkan!!!.” Perempuan misterius itu pun menerjang lagi tapi dia tidak langsung menerjang kearah Luna dia melompat kesana kemari membuat untuk membuat Luna bingung. Luna pun sulit mengikuti gerakan perempuan misterius itu lalu dia mengeluarkan akar tanaman rambat dari tanganya dan akar itu pun berhasll mengikat kaki perempuan itu sehingga dia tidak lagi melompat-lompat. “Huh kau pikir akar ini bisa menghentikanku.” Lalu perempuan itu mencakar akar yang mengikat kakinya dan langsung menerjang kearah Luna, Luna sedikit terlambat menghindari serangan itu dan akhirnya tangannyapun tercakar dan Luna pun terjatuh.Belum puas dengan serangannya perempuan itu menyerang lagi kearah Luna dan ketika cakarnya hendak mengenai Luna tiba-tiba saja keluar kerangka milik Edward dari bawah tanah dan menghentikan serangan perempuan itu. “Reina hentikan!!!” teriak Edward yang baru saja keluar dari minimarket,Edward pun langsung menhampiri Luna yang terluka “kamu tidak apa-apa Luna?” tanya Edward “yah aku tidak apa-apa hanya sedikit tergores.” Edward pun membantu Luna berdiri kembali “Ed kamu kenal dengan perempuan ini?” tanya Luna dengan penasaran, “ya aku kenal dia.. dia adalah ADIK KU REINA.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar